Belakangan ini kita kembali diramaikan oleh berita isu cuci
otak disamping berita teror bom yang kembali marak. Tuduhan pun langsung
diarahkan kepada Islam dan para pejuangnya. Sungguh kerikil perjuangan
yang mesti dihadapi sebagai dinamika perjuangan, bukannya surut untuk
mengendorkan ghiroh jihad, apalagi menjadi apatis, Naudzubillah. Karena
kalau sampai apatis, Yahudi-lah yang menang, karena memang itu-lah
tujuan mereka merekayasa drama isu cuci otak dan teror bom, agar para
kaum mujahid muda apatis dan hidup hedonis/hubuddunya wa karohiyatul
maut. Sehingga dominasi dan eksistensi mereka tetap berlangsung di
belahan bumi ini tanpa ada yang mengganggu gugat.
CUCI OTAK
Publik, terutama media yang memberikan istilah ini seolah-olah tidak memahami tata bahasa atau EYD. Istilah cuci otak lebih cenderung bersifat tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, khususnya Al-Islam yang benar-benar mengajarkan Tauhidullloh. Secara kata sendiri OTAK adalah raga/jasmani yang bisa terlihat, alat semata. Jadi tidak tepat kalau diistilahi OTAK. Kalau cuci otak, maka yang harus dibuka adalah batok kepala oleh ahli bedah, kemudian gumpalan otaknya dicuci entah pakai apa dicucinya, detergen, sabun, sampo atau apa???. Mungkin yang mereka maksud adalah CUCI AKAL PIKIRAN. Dan istilah CUCI-pun kurang tepat, karena CUCI yang dimaksud mereka berkonotasi negatif. Padahal CUCI adalah suatu pekerjaan yang baik, mencuci berarti membersihkan benda, pakaian, atau badan dari yang kotor-kotor. Ini yang perlu diralat oleh ahli bahasa, kecuali kalau tetap mempertahankan istilah ini untuk menyudutkan dengan menyebar fitnah terhadap Islam. Maka kita terima, karena mungkin mereka merasa selama ini OTAK mereka KOTOR dengan OMES (Otak MESum) atau PIKTOR (PIKiran KOTor), sehingga perlu diCUCI dengan Dakwah Tauhidulloh agar kembali FITROH sebagaimana ketika ia lahir.
Isu Cuci Otak berkedok NII
Lalu bagaimana dengan fakta dan kesaksian korban dan mantan yang menyatakan bahwa para pelaku “Cuci Otak” ini adalah anggota/warga NII, dengan ajaran2 menyimpang (memvonis ortu kafir, meninggalkan ortu, bai’at tutup mata,dikuras uangnya untuk infaq dsb). Sehingga citra NII dari mulai Orde Lama, Orde Baru hingga era ini semakin negatif dan terpuruk. Di Jaman Orde Lama dibawah Rezim Soekarno dituduh Gerombolan, padahal kita tahu para gerombolan yang merampok dan membakar rumah-rumah penduduk adalah gerombolan komunis yang menyusup dan berpura-pura sebagai pejuang Darul Islam. Karena mereka iri penduduk mendukung perjuangan NII dengan mengirim bahan makanan ke gunung-gunung untuk para pejuang Hizbulloh/TII. Sehingga eksistensi NII ini cukup bertahan lama dari tahun 49 sampai 60-an. Maka lumbung-lumbung padi penduduk pendukung sebagai bekal perjuangan tentara Hizbulloh dibakar. Dan langsung mereka menuduh para pelakunya adalah TII sendiri, ironis.
Lalu di jaman Orde baru dibawah rezim Soeharto, para hizbullohpasca SM.Kartosuwiryo dihukum mati turun gunung dan berbaur dengan masyarakat. Maka mereka (kaki tangan kepercayaan Soeharto, yaitu Ali Moertopo dan LB.Moerdani) melakukan penyusupan untuk kemudian mendompleng Komandemen Wilayah IX yang kala itu dibawah koordinasi Adah Jaelani hingga akhirnya berdiri Ponpes Super megah Al-Zaitun di Haur Geulis Indramayu dibawah komando Abu Toto atau Syech Panji Gumilang, yang mengajarkan para “Da’inya” untuk merekrut Mad’u/objek Dakwah dengan iming-iming berdirinya kembali NII sebagai Madinah untuk kemudian meninggalkan NKRI sebagai Mekah, jadilah Hijrah Mekah-Madinah. Sementara pusat “Madinah” sendiri yakni Al-Zaitun jadi kebanggaan tokoh-tokoh Orde Baru yang notabene dianggap musuh dan kafir oleh para pengikut NII Al-Zaitun ini, super ironis. Dimana tiap-tiap Milad/HUT Al-zaitun, tokoh-tokoh semacam Harmoko, Wiranto, Habibie, Try Sutrisno, Hendropriyono berbondong-bondong menghadiri hajatan tahunan ini. Termasuk salah satu gedung dinamai Gedung Soeharto. Dari sini saja kita sudah bisa membaca, siapa dibalik maraknya kembali isu aliran sesat saat ini. Dan paling mirisnya pembangunan gedung ini diantaranya didanai oleh para “da’i” nya yang selain merekrut juga mengumpulkan infaq sebanyak-banyaknya dengan cara apapun, mencuri, menipu dan berbohong kepada ortu. Cara-cara keji itulah yang selalu dituduhkan kepada Negara Islam yang diproklamasikan oleh SM.Kartosuwiryo tanggal 7 Agustus 1949. Proklamasi yang sudah jauh-jauh hari sudah dipersiapkan dan disosialisasikan sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Dimana saat sosialisasi itu hadir Pemuda marhaen, yang kemudian “menculik” Soekarno Hatta ke Rengas Dengklok agar secepatnya memproklamasikan RI supaya tidak kalah start dengan para Hizbulloh. Namun usia Proklamasi 1945 ini hanya bertahan sampai tahun 1949, karena terus diganggu oleh Agresi Militer Belanda.. Dan akhirnya kalah di meja perundingan Renville, dimana wilayah RI tinggal Jogjakarta saja, bahkan Soekarno Hatta sendiri ditawan di Digul. Dalam vacum of power inilah Negara Islam diproklamasikan di Jawa Barat setelah melakukan berbagai peperangan dengan Militer Belanda yang ingin mendirikan negara Boneka nya, Negara Pasundan.
Pembaca budiman !!! Marilah cuci otak kita dari prasangka/suudzon tentang isu-isu murahan dan gosip-gosip klasik, sehingga akal dan jiwa kita benar-benar suci bersih agar bisa menerima kebenaran dengan lapang dada. “Janganlah kamu mengikuti kebanyakan manusia (yang menebar isu), karena omonganmereka hanyalah prasangka belaka dan kebanyakan mereka berbuat bohong….(Qs 6 : 116)
Sumber: http://balakecrakan.wordpress.com/
CUCI OTAK
Publik, terutama media yang memberikan istilah ini seolah-olah tidak memahami tata bahasa atau EYD. Istilah cuci otak lebih cenderung bersifat tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, khususnya Al-Islam yang benar-benar mengajarkan Tauhidullloh. Secara kata sendiri OTAK adalah raga/jasmani yang bisa terlihat, alat semata. Jadi tidak tepat kalau diistilahi OTAK. Kalau cuci otak, maka yang harus dibuka adalah batok kepala oleh ahli bedah, kemudian gumpalan otaknya dicuci entah pakai apa dicucinya, detergen, sabun, sampo atau apa???. Mungkin yang mereka maksud adalah CUCI AKAL PIKIRAN. Dan istilah CUCI-pun kurang tepat, karena CUCI yang dimaksud mereka berkonotasi negatif. Padahal CUCI adalah suatu pekerjaan yang baik, mencuci berarti membersihkan benda, pakaian, atau badan dari yang kotor-kotor. Ini yang perlu diralat oleh ahli bahasa, kecuali kalau tetap mempertahankan istilah ini untuk menyudutkan dengan menyebar fitnah terhadap Islam. Maka kita terima, karena mungkin mereka merasa selama ini OTAK mereka KOTOR dengan OMES (Otak MESum) atau PIKTOR (PIKiran KOTor), sehingga perlu diCUCI dengan Dakwah Tauhidulloh agar kembali FITROH sebagaimana ketika ia lahir.
Isu Cuci Otak berkedok NII
Lalu bagaimana dengan fakta dan kesaksian korban dan mantan yang menyatakan bahwa para pelaku “Cuci Otak” ini adalah anggota/warga NII, dengan ajaran2 menyimpang (memvonis ortu kafir, meninggalkan ortu, bai’at tutup mata,dikuras uangnya untuk infaq dsb). Sehingga citra NII dari mulai Orde Lama, Orde Baru hingga era ini semakin negatif dan terpuruk. Di Jaman Orde Lama dibawah Rezim Soekarno dituduh Gerombolan, padahal kita tahu para gerombolan yang merampok dan membakar rumah-rumah penduduk adalah gerombolan komunis yang menyusup dan berpura-pura sebagai pejuang Darul Islam. Karena mereka iri penduduk mendukung perjuangan NII dengan mengirim bahan makanan ke gunung-gunung untuk para pejuang Hizbulloh/TII. Sehingga eksistensi NII ini cukup bertahan lama dari tahun 49 sampai 60-an. Maka lumbung-lumbung padi penduduk pendukung sebagai bekal perjuangan tentara Hizbulloh dibakar. Dan langsung mereka menuduh para pelakunya adalah TII sendiri, ironis.
Lalu di jaman Orde baru dibawah rezim Soeharto, para hizbullohpasca SM.Kartosuwiryo dihukum mati turun gunung dan berbaur dengan masyarakat. Maka mereka (kaki tangan kepercayaan Soeharto, yaitu Ali Moertopo dan LB.Moerdani) melakukan penyusupan untuk kemudian mendompleng Komandemen Wilayah IX yang kala itu dibawah koordinasi Adah Jaelani hingga akhirnya berdiri Ponpes Super megah Al-Zaitun di Haur Geulis Indramayu dibawah komando Abu Toto atau Syech Panji Gumilang, yang mengajarkan para “Da’inya” untuk merekrut Mad’u/objek Dakwah dengan iming-iming berdirinya kembali NII sebagai Madinah untuk kemudian meninggalkan NKRI sebagai Mekah, jadilah Hijrah Mekah-Madinah. Sementara pusat “Madinah” sendiri yakni Al-Zaitun jadi kebanggaan tokoh-tokoh Orde Baru yang notabene dianggap musuh dan kafir oleh para pengikut NII Al-Zaitun ini, super ironis. Dimana tiap-tiap Milad/HUT Al-zaitun, tokoh-tokoh semacam Harmoko, Wiranto, Habibie, Try Sutrisno, Hendropriyono berbondong-bondong menghadiri hajatan tahunan ini. Termasuk salah satu gedung dinamai Gedung Soeharto. Dari sini saja kita sudah bisa membaca, siapa dibalik maraknya kembali isu aliran sesat saat ini. Dan paling mirisnya pembangunan gedung ini diantaranya didanai oleh para “da’i” nya yang selain merekrut juga mengumpulkan infaq sebanyak-banyaknya dengan cara apapun, mencuri, menipu dan berbohong kepada ortu. Cara-cara keji itulah yang selalu dituduhkan kepada Negara Islam yang diproklamasikan oleh SM.Kartosuwiryo tanggal 7 Agustus 1949. Proklamasi yang sudah jauh-jauh hari sudah dipersiapkan dan disosialisasikan sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Dimana saat sosialisasi itu hadir Pemuda marhaen, yang kemudian “menculik” Soekarno Hatta ke Rengas Dengklok agar secepatnya memproklamasikan RI supaya tidak kalah start dengan para Hizbulloh. Namun usia Proklamasi 1945 ini hanya bertahan sampai tahun 1949, karena terus diganggu oleh Agresi Militer Belanda.. Dan akhirnya kalah di meja perundingan Renville, dimana wilayah RI tinggal Jogjakarta saja, bahkan Soekarno Hatta sendiri ditawan di Digul. Dalam vacum of power inilah Negara Islam diproklamasikan di Jawa Barat setelah melakukan berbagai peperangan dengan Militer Belanda yang ingin mendirikan negara Boneka nya, Negara Pasundan.
Pembaca budiman !!! Marilah cuci otak kita dari prasangka/suudzon tentang isu-isu murahan dan gosip-gosip klasik, sehingga akal dan jiwa kita benar-benar suci bersih agar bisa menerima kebenaran dengan lapang dada. “Janganlah kamu mengikuti kebanyakan manusia (yang menebar isu), karena omonganmereka hanyalah prasangka belaka dan kebanyakan mereka berbuat bohong….(Qs 6 : 116)
Sumber: http://balakecrakan.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar, terimakasih telah berkunjung :)