Sejak
adanya manusia, manusia memiliki berbagai ciri-ciri yang membedakan dengan
makhluk lainnya. Manusia bisa melakukan sesuatu melawan nalurinya, manusia bisa
memilih dan menyalahi hukum alam. Misalnya manusia bisa menahan kentut (untuk
menghormati orang lain), manusia bisa menahan marah (karena lawan bicaranya
adalah atasannya). Hal ini tidak dimiliki binatang, ketika ayam sudah kenyang
makan maka ia akan berhenti makan sekalipun makanan yang dihadapannya enak
sekali.
Manusia
memiliki kemampuan mewariskan kepada manusia lainnya hal-hal yang ia pelajari.
Hal ini tidak terdapat pada binatang. Seekor lumba-lumba yang mampu
menghintung, ia tak mampu mengajari lumba-lumba lainnya untuk mampu menghintung
pula. Lumba-lumba hanya mampu mengajari anak lumba-lumba pada hal-hal yang
memang nalurinya semisal mampu berenang dan mencari makan.
Satu
hal yang paling membedakan manusia dengan binatang adalah akal. Akal ini mampu
memikirkan, menganalisis sampai menyimpulkan dan membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Satu hal lagi yang paling mendasar persamaan manusia dan
binatang selain pada kebutuhan eksistensialnya (makan, minum, berkembang biak
dan isirahat) adalah hawa nafsu. Hawa nafsu ini, cenderung pada kepuasan.
Manusia
adalah makhluk yang bebas memilih, ia mau hidup atau mau mati. Ada manusia yang putus asa dan memilih mati dengan
cara bunuh diri, secara akal bunuh diri adalah sesuatu yang merugikan, secara hawa nafsu bunuh diri baginya
adalah sebuah kepuasan dimana ia mampu menyelesaikan masalahnya dengan bunuh
diri. Seorang manusia yang ia memfungsikan akalnya dan mampu mengendalikan hawa
nafsunya ia adalah manusia sejati, ia tahu mana yang bermanfaat/menguntungkan
baginya dan mana yang tidak. Namun sebaliknya jika akalnya dikendalikan oleh
hawa nafsunya ia justru lebih rendah dari binatang. Untuk contoh kasus diatas
tentang bunuh diri, mana ada hewan yang memilih bunuh diri, tidak ada. Kecuali
hal itu dilakukan untuk mempertahankan eksistensinya (pada lebah misalnya).
Maka wajar ketika manusia mengikuti hawa nafsunya adalah ia akan sama bahkan
lebih rendah dari binatang.
Setiap
manusia diberi akal, tetapi manusia yang berakal adalah ia yang mampu membaca,
membaca diri dan sekitarnya. Manusia ada dengan kerumitannya, bagaimana tidak
rumit kala kita melihat system yang ada dalam tubuh kita yang tersusun dari
sekian banyak sel. Dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Makan, yang kita
tahu tentang makan adalah mengunyah dan merasakan enak dan tidak enak di mulut,
setelah dari mulut kita tidak tahu proses apa yang terjadi di dalam. Kita tidak
direpotkan untuk mengurusi hal itu, bahkan ketika terjadi penumpukan sampah di
dalam tubuh kita, secara otomatis tubuh akan mengeluarkan sendiri. Bernafas,
yang kita tahu hanya mengirup berupa udara dan mengeluarkan berupa udara pula, kita tidak tahu
proses apa yang terjadi pada saat menghirup dan mengeluarkan udara. Ngorok,
ketika kita ngorok saat tidur, posisi lidah itu ke belakang menghalangi proses
masuknya oksigen ke dalam otak, sehingga kalau ngorok oksigen yang ada di otak
itu berkurang dan itu bahaya, sehingga dengan demikian ketika oksigen
berkurang di otak secara otomatis otak memerintahkan tubuh kita untuk bergerak, kalau
bahas sundanya “nguliat”, tanpa kita sadari dan kita perintahkan.
Jika
kita lihat ke luar, semesta dengan segala keindahan dan keteraturannya. Bumi
mengelilingi matahari sesuai orbitnya, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lambat, begitupun bumi perputar pada
porosnya dengan kecepatan yang sangat tepat, sehingga terjadi pergantian siang
dan malam, pergantian tahun, semua ada dengan keteraturan.
Diluar
masalah yang di atas manusia yang berakal terhadap diri dan alam sekitarnya
membuatnya berfikir dan bertanya “Mengapa bumi dan langit bisa sehebat ini,
bagaimana membuat bermiliaran atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan
bagaimana hukum-hukum alam ini bisa seteratur ini”.
Orang
terdahulu sampai sekarang meyakini ada sesuatu dibalik itu semua yang berkuasa
mengatur, memelihara dan mengendalikan. Ada yang mendewakan angin, mendewakan
matahari, mendewakan api, medewakan petir dsb. Namun ketika kita gunakan akal
kembali dewa-dewa yang disebutkan tadi adalah sesuatu yang bergantung.
Sedangkan sesuatu yang bergantung, ia tidak berkuasa. Ada sesuatu yang berada
dibalik itu semua dibalik matahari, angin, petir dan api yaitu sesuatu yang
berada di belakang semua hukum alam. Dia yang maha kuasa, tidak bergantung,
tidak dibatasi ruang dan waktu, maha teliti, maha luas jangkauannya. Dia adalah
Tuhan. Zat yang satu, tidak mungkin lebih dari satu, karena satu sifat akan
tereliminasi karena bertentangan dengan sifat yang lainnya.
Maka baginya manusia yang berakal, ia akan mengenali siapa dirinya dan siapa TuhanNya. Berikutnya apa yang harus dilakukannya?
Mia Ira Antika
Puncak Ledeng; 01 Mei 2014; 00:13 WIB
No comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar, terimakasih telah berkunjung :)