……………. Sampel keislaman yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagai mana
dinyatakan di atas adalah Islamnya alam semesta. Jadi kita harus
ber-Islam sebagaimana Islamnya alam semesta. Tetapi bagaimana alam
semesta ber-Islam?
Mari kita perhatikan ayat berikut:
” Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohon, binatang-binatang, yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapayang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakanya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”.
(Qs. Al-Hajj : 18)
Islamnya alam semesta ternyata bersujud mengabdi kepada Allah. Artinya, mereka tunduk patuh berjalan pada garis ketentuan Allah SWT. Mereka semuanya melakukan ibadah, melakukan sholat dan tasbih sebagaimana yang dilakukan oleh manusia, tetapi hanya Allah-lah yang lebih mengetahui tata cara tasbih dan sholatnya.
” Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
(Qs. An-Nuur : 41)
Seluruh makhluk di alam ini, dari matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, binatang-binatang, burung-burung dan lain-lain, semuanya tunduk, sujud, ber-Islam kepada Allah SWT. Dalam ber-Islam, seluruh makhluk yang ada di semesta ini memiliki orbit (jalan) yang mesti dilaluinya. Dalam bersujud (ber-Islam) kepada Allah, matahari, beredar pada orbitnya dan tidak pernah keluar dari orbit itu walau sedikit. Demikian juga bulan, bumi dan bintang-bintang yang ada di semesta ini, semuanya beredar pada orbitnya tanpa pernah keluar dari garisnya walaupun sedikit. Matahari, bulan dan bintang-bintang tidak pernah ingkar dari garis ini. Matahari tidak pernah keluar dari orbitnya lalu beredar pada orbit bintang lain. Demikian juga bumi tidak pernah keluar dari orbitnya lalu berjalan di orbit bintang lain. Inilah jalan keislaman yang dikehendaki oleh Allah, ketundukan pada orbit yang telah ditetapkan baginya.
”Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya”.
(Qs. Yasin : 40)
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, juga diwajibkan oleh Allah berislam (sujud) bersama sujunya makhluk-makhluk lainnya. Bila alam semesta dalam bersujud memiliki orbit untuk membuktikan keislamannya dan untuk menyampakikannya kepada Allah, bagaimana dengan manusia, apakah ia harus memiliki dan melalui garis orbit juga? Pasti! Kalau dalam ber-Islam kepada Allah mekhluk lain memiliki garis edar (jalan) yang mesti dilaluinya. Rotasi kehidupan manusia adalah berangkat untuk kembali menuju Allah SWT.
”Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (dari Allah dan akan kembali kepada Allah)”.
Kalau tujuan perjalanan hidup manusia adalah menuju Allah, maka adakah sebarang jalan (orbit) yang akan bisa menyampaikannya kepada Allah? Tentu tidak! Tentu hanya jalan yang terkait dengan Allah, yang menuju Allah, yang akan menyampaikannya kepada Allah. Manusia tidak akan pernah sampai kepada Allah kalau ia tidak memiliki dan menempuh jalan yang menghantarkannya kepada Allah.
Untuk kepentingan ibadah, ber-Islam dan bersujud secara benar, Allah SWT telah memberikan satu jalan (orbit) yang mesti dilalui oleh manusia, yaitu sabilillah. Kalu manusia tidak melewati garis ini dalam ber-Islam, sesunggunya ia telah berada pada orbit yang salah. Berada pada orbit yang salah berarti keluar dari jalur keislaman. Dan keluar dari jalur keislaman berarti bukan seorang muslim. Jadi, keislaman yang dikehendaki oleh Allah dengan pertanyaanya di muka adalah keislaman yang berada pada jalan (orbit) yang benar, yaitu sirotol mustaqim. Fahal antum muslimun?
Perhatikan ayat berikut:
”Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[152], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.
(Qs. Al-An’am : 153)
Ayat ini telah dijelaskan oleh rasulullah SAW dengan sangat gamblang dalam bentuk garis sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan Jabir r.a:
”Kami duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau membuat garis lurus di depannya, lalu berkata: ”Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat dua garis di kanan dan dua gafis di kiri lalu berkata: ”Ini adalah jalan setan”. Kemudian beliau meletakan tangannya di garis tengah lalu membacakan ayat berikut: ” ”Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.
(”Musnad ahmad” (14739); ”Sunan Ibnu Majah”
Secara garis lurus, Allah telah menyediakan satu jalan (orbit) bagi menusia untuk ber-Islam menuju Allah. Jalan itu adalah Nabi dan Rasulnya. Karenanya, manusia tidak akan pernah sampai kepada kataatan kepada Allah SWT kecuali melalui jalan ini, karena tidak ada jalan lain yang diciptakan oleh Allah sebagai jalan ber-Islam menuju kepada-Nya.
Kerasulan sebagai orbit manusia satu-satunya menuju Allah, telah secara terus menerus dimunculkan oleh Allah dengan dikirimnya para nabi dan rasul secara sambung menyambung, sepanjang masa. Dari nabi Adam as sampai nabi Muhammad SAW. Inilah jalan itu, inilah jalan Islam, inilah jalan yang mesti dilalui oleh manusia dalam bersujud kepada Allah SWT. Tidak ada jalan diluar jalan Nabi dan Rasul.
”Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.
(Qs. An-Nisa : 80)
Semua nabi telah menegaskan hakekat jalan ini. Nabi Nuh as telah menegaskan jalan ini kepada kaumnya, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an:
”Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku”.
(Asy-Syu’ara : 107-108)
” Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku”.
(Asy-Syu’ara : 125-126)
Tetapi kenabian dan kerasulan telah ditutup Allah dengan diutusnya nabi Muhammad SAW, dengan firmannya:
”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu. Tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
(Qs. Al-Ahzab : 40)
Yang menjadi masalah adalah, apakah
dengan berakhirnya kenabian ini berarti terputus pula orbit bagi manusia
untuk ber-Islam menuju Allah?
Tidak! Allah menyambung jalan itu denga khilafah, sehingga dengan adanya khiafah jalan menuju Allah tetap terbentang, dan manusia tetap dapat beribadah kepada Allah, manusia tetap bisa bersujud kepada Allah bersama sujudnya semesta alam pada orbit yang benar. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
”Adalah Banu Israil kepemimpinan mereka selalu dipegang oleh nabi-nabi. Setiap meninggal seorang Nabi maka Nabi itu digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tak ada lagi Nabi sesudahku, yang ada hanya para khalifah yang banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya: ”Apakah yang engkau suruh kami kerjakan?. Nabi menjawab: ”Sempurnakanlah bai’at yang telah engkau berikan kepada yang pertama. Kemusian yang datang sesudahnya. Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang apa yang Allah suruh kepada mereka”.
(HR. Bukhari, Muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:
”Sesunggunya aku memerintahkan kepadamu dengan lima perkara sebagaimana Allah memerintakan kepadaku, yaitu: berjama’ah, mendenga, taat, hijran dan jihad fi sabilillah. Karena sensunggunya siapa yang keluar dari jama’ah barang sejengkal, maka sungguh telah lepas ikatan Islam dari lehernya sampai dia kembali (bertaubat) dan barang siapa yang berseru dengan seruan jahiliyah, maka ia bertekuk lutut dalam neraka jahanam. Sahabat bertanya: ”Sekalipun dia puasa dan shalat, ya Rasulullah?”. Jawab Nabi SAW: ”Sekalipun dia puasa dan shalat dan sekalipun dia mengaku muslim. Maka serulah orang-orang Islam dengan nama mereka yaitu Aa-Muslimuun, Al Muslimuun, hamba-hamba Allah Azza wa jalla”.
(”Sunan At-Turmudzi” (2790); ”Musnad Ahmad” (16542, 17132, 21835)
Jama’ah adalah esensi khilafah, orbit ber-Islam satu-satunya yang terbentang menuju Allah. Dalam sunnah Rasulullah di atas ditegaskan: ” Sekalipun shalat, sekalipun puasa, bahkan sekalipun mengaku muslim”, tetapi tidak berorbitkan dengan orbit jama’ah adalah sia-sia. Tetapi kini kebanyakan manusia telah keluar dari orbit ini, mereka ber-Islam bukan dengan orbit Islam, mereka ber-Islam tetapi melalui orbit lain. Kalau demikian apakah mereka dapat dikatakan sebagai muslim?
Bersambung,,,,
Disalin dari buku :JALAN ISLAM " Transformasi Akidah Dalam Kehidupan"
Penulis: Anshary Ismail
Mari kita perhatikan ayat berikut:
” Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohon, binatang-binatang, yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapayang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakanya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”.
(Qs. Al-Hajj : 18)
Islamnya alam semesta ternyata bersujud mengabdi kepada Allah. Artinya, mereka tunduk patuh berjalan pada garis ketentuan Allah SWT. Mereka semuanya melakukan ibadah, melakukan sholat dan tasbih sebagaimana yang dilakukan oleh manusia, tetapi hanya Allah-lah yang lebih mengetahui tata cara tasbih dan sholatnya.
” Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
(Qs. An-Nuur : 41)
Seluruh makhluk di alam ini, dari matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, binatang-binatang, burung-burung dan lain-lain, semuanya tunduk, sujud, ber-Islam kepada Allah SWT. Dalam ber-Islam, seluruh makhluk yang ada di semesta ini memiliki orbit (jalan) yang mesti dilaluinya. Dalam bersujud (ber-Islam) kepada Allah, matahari, beredar pada orbitnya dan tidak pernah keluar dari orbit itu walau sedikit. Demikian juga bulan, bumi dan bintang-bintang yang ada di semesta ini, semuanya beredar pada orbitnya tanpa pernah keluar dari garisnya walaupun sedikit. Matahari, bulan dan bintang-bintang tidak pernah ingkar dari garis ini. Matahari tidak pernah keluar dari orbitnya lalu beredar pada orbit bintang lain. Demikian juga bumi tidak pernah keluar dari orbitnya lalu berjalan di orbit bintang lain. Inilah jalan keislaman yang dikehendaki oleh Allah, ketundukan pada orbit yang telah ditetapkan baginya.
”Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya”.
(Qs. Yasin : 40)
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, juga diwajibkan oleh Allah berislam (sujud) bersama sujunya makhluk-makhluk lainnya. Bila alam semesta dalam bersujud memiliki orbit untuk membuktikan keislamannya dan untuk menyampakikannya kepada Allah, bagaimana dengan manusia, apakah ia harus memiliki dan melalui garis orbit juga? Pasti! Kalau dalam ber-Islam kepada Allah mekhluk lain memiliki garis edar (jalan) yang mesti dilaluinya. Rotasi kehidupan manusia adalah berangkat untuk kembali menuju Allah SWT.
”Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (dari Allah dan akan kembali kepada Allah)”.
Kalau tujuan perjalanan hidup manusia adalah menuju Allah, maka adakah sebarang jalan (orbit) yang akan bisa menyampaikannya kepada Allah? Tentu tidak! Tentu hanya jalan yang terkait dengan Allah, yang menuju Allah, yang akan menyampaikannya kepada Allah. Manusia tidak akan pernah sampai kepada Allah kalau ia tidak memiliki dan menempuh jalan yang menghantarkannya kepada Allah.
Untuk kepentingan ibadah, ber-Islam dan bersujud secara benar, Allah SWT telah memberikan satu jalan (orbit) yang mesti dilalui oleh manusia, yaitu sabilillah. Kalu manusia tidak melewati garis ini dalam ber-Islam, sesunggunya ia telah berada pada orbit yang salah. Berada pada orbit yang salah berarti keluar dari jalur keislaman. Dan keluar dari jalur keislaman berarti bukan seorang muslim. Jadi, keislaman yang dikehendaki oleh Allah dengan pertanyaanya di muka adalah keislaman yang berada pada jalan (orbit) yang benar, yaitu sirotol mustaqim. Fahal antum muslimun?
Perhatikan ayat berikut:
”Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[152], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.
(Qs. Al-An’am : 153)
Ayat ini telah dijelaskan oleh rasulullah SAW dengan sangat gamblang dalam bentuk garis sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan Jabir r.a:
”Kami duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau membuat garis lurus di depannya, lalu berkata: ”Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat dua garis di kanan dan dua gafis di kiri lalu berkata: ”Ini adalah jalan setan”. Kemudian beliau meletakan tangannya di garis tengah lalu membacakan ayat berikut: ” ”Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.
(”Musnad ahmad” (14739); ”Sunan Ibnu Majah”
Secara garis lurus, Allah telah menyediakan satu jalan (orbit) bagi menusia untuk ber-Islam menuju Allah. Jalan itu adalah Nabi dan Rasulnya. Karenanya, manusia tidak akan pernah sampai kepada kataatan kepada Allah SWT kecuali melalui jalan ini, karena tidak ada jalan lain yang diciptakan oleh Allah sebagai jalan ber-Islam menuju kepada-Nya.
Kerasulan sebagai orbit manusia satu-satunya menuju Allah, telah secara terus menerus dimunculkan oleh Allah dengan dikirimnya para nabi dan rasul secara sambung menyambung, sepanjang masa. Dari nabi Adam as sampai nabi Muhammad SAW. Inilah jalan itu, inilah jalan Islam, inilah jalan yang mesti dilalui oleh manusia dalam bersujud kepada Allah SWT. Tidak ada jalan diluar jalan Nabi dan Rasul.
”Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.
(Qs. An-Nisa : 80)
Semua nabi telah menegaskan hakekat jalan ini. Nabi Nuh as telah menegaskan jalan ini kepada kaumnya, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an:
”Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku”.
(Asy-Syu’ara : 107-108)
” Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku”.
(Asy-Syu’ara : 125-126)
Tetapi kenabian dan kerasulan telah ditutup Allah dengan diutusnya nabi Muhammad SAW, dengan firmannya:
”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu. Tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
(Qs. Al-Ahzab : 40)
Yang menjadi masalah adalah, apakah
dengan berakhirnya kenabian ini berarti terputus pula orbit bagi manusia
untuk ber-Islam menuju Allah?
Tidak! Allah menyambung jalan itu denga khilafah, sehingga dengan adanya khiafah jalan menuju Allah tetap terbentang, dan manusia tetap dapat beribadah kepada Allah, manusia tetap bisa bersujud kepada Allah bersama sujudnya semesta alam pada orbit yang benar. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
”Adalah Banu Israil kepemimpinan mereka selalu dipegang oleh nabi-nabi. Setiap meninggal seorang Nabi maka Nabi itu digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tak ada lagi Nabi sesudahku, yang ada hanya para khalifah yang banyak jumlahnya. Para sahabat bertanya: ”Apakah yang engkau suruh kami kerjakan?. Nabi menjawab: ”Sempurnakanlah bai’at yang telah engkau berikan kepada yang pertama. Kemusian yang datang sesudahnya. Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang apa yang Allah suruh kepada mereka”.
(HR. Bukhari, Muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:
”Sesunggunya aku memerintahkan kepadamu dengan lima perkara sebagaimana Allah memerintakan kepadaku, yaitu: berjama’ah, mendenga, taat, hijran dan jihad fi sabilillah. Karena sensunggunya siapa yang keluar dari jama’ah barang sejengkal, maka sungguh telah lepas ikatan Islam dari lehernya sampai dia kembali (bertaubat) dan barang siapa yang berseru dengan seruan jahiliyah, maka ia bertekuk lutut dalam neraka jahanam. Sahabat bertanya: ”Sekalipun dia puasa dan shalat, ya Rasulullah?”. Jawab Nabi SAW: ”Sekalipun dia puasa dan shalat dan sekalipun dia mengaku muslim. Maka serulah orang-orang Islam dengan nama mereka yaitu Aa-Muslimuun, Al Muslimuun, hamba-hamba Allah Azza wa jalla”.
(”Sunan At-Turmudzi” (2790); ”Musnad Ahmad” (16542, 17132, 21835)
Jama’ah adalah esensi khilafah, orbit ber-Islam satu-satunya yang terbentang menuju Allah. Dalam sunnah Rasulullah di atas ditegaskan: ” Sekalipun shalat, sekalipun puasa, bahkan sekalipun mengaku muslim”, tetapi tidak berorbitkan dengan orbit jama’ah adalah sia-sia. Tetapi kini kebanyakan manusia telah keluar dari orbit ini, mereka ber-Islam bukan dengan orbit Islam, mereka ber-Islam tetapi melalui orbit lain. Kalau demikian apakah mereka dapat dikatakan sebagai muslim?
Bersambung,,,,
Disalin dari buku :JALAN ISLAM " Transformasi Akidah Dalam Kehidupan"
Penulis: Anshary Ismail